CERITA RAKYAT MALUKU UTARA


Mitos Tujuh Putri

Di daerah Maluku Utara, kususnya kota Ternate dan sekitarnya meyakini suatu cerita legenda yang menjadi cikal bakal masyarakat disana. Mitos 7 Putri merupakan suatu cerita yang di yakini sebagai cikal – bakal terbentuknya 4 Kesultanan yang ada di Maluku Utara. Dalam perkembangannya dimasyarakat, mitos 7 putri dikenal memiliki dua versi cerita yang sedikit berbeda. Ada versi cerita yang dituturkan oleh masyarakat Bacan dan masyarakat Jailolo. Dalam ke-2 versi cerita ini ternyata hanya untuk menentukan siapakah yang paling dewasa dari ke-4 anak yang menjadi cikal bakal terbentuknya 4 kesultanan Maloku Kie Raha.

Dalam penelitian ini hanya melihat versi cerita yang berkembang di masyarakat Jailolo, seperti yang dituturkan dibawah ini.

Syahdan, mendaratlah di Ternate seorang Arab yang bernama Jafar Sadek (Jafar Noh). Ia naik ke atas sebuah bukit bernama Jore – jore dan membangun rumahnya di atas sana. Dikaki bukit itu terdapat sebuah danau kecil bernama Ake Santosa. Suatu petang, ketika hendak mandi, Jafar Sadek melihat 7 bidadari sedang mandi di danau itu. Jafar Sadek menyembunyikan salah satu sayap dari ke – 7 bidadari itu. Setelah puas mandi, ke – 7 bidadari bersiap – siap pulang, tetapi salah seorang diantaranya, yang bernama Nur – Sifa, tidak dapat terbang pulang karna sayapnya hilang. Nur – Sifa adalah putri bungsu diantara ke – 7 bersaudara itu.

Karna tidak punya sayap, Nur – Sifa terpaksa tinggal di bumi dan menikah dengan Jafar Sadek. Dari pernikahan ini lahirlah 3 orang anak laki – laki, dan masing – masing diberi nama : yang tertua Buka, yang kedua Darajat, dan yang ketiga Sahajat.

Pada suatu hari, ketika Nur – Sifa memandikan sibungsu Sahajat, ia melihat bayangan sayapnya yang terpantul di air mandi Sahajat. Ia melihat keatas dan sayapnya tersisip diatap rumahnya, tempat suaminya menyembunyikannya. Ia lalu mengambil sayapnya dan mencoba terbang sebanyak 3 kali. Tetapi setiap terbang, sibungsu Sahajat selalu menangis. Ia lalu menampung air susunya pada sebuah gelas serta berpesan kepada sisulung Buka agar member minum adiknya bila menangis, dan agar memberitahukan ayahnya kalau pulang, bahwa ibunya telah kembali ketempat asalnya. Setelah itu, Nur – Sifa terbang tampa mengindahkan tangisan Sahajat.

Ketika Jafar Sadek tiba di rumah dan mendengar pemberitahuan Buka, ia pun menangis. Tangisan Jafar Sadek terdengar oleh seekor burung elang laut (Ternate : guheba/goheba) yang bertanya kepadanya apa yang sedang terjadi. Setelah Jafar Sadek menceritakan segalanya, burung itu menawarkan jasa menerbangkannya ke Kayangan dengan menaiki punggungnya. Sesampainya di Kayangan, Jafar Sadek bertemu ayah Nur – Sifa dan berkata kepadanya : “Istri saya, anak anda.” Penguasa langit (heer van de hemel) itu lalu menghadirkan 7 bidadari yang secara lahiriah mirip, baik wajah, postur tubuh maupun perawakannya. Jafar Sadek diminta menunjuk istrinya, salah seorang diantara ke – 7 bidadari yang serupa itu, dengan syarat bila ia tidak dapat menunjuk secara tepat, ia harus mati. Ia boleh membawa pulang istrinya bila dapat menunjuknya dengan tepat.

Dalam keadaan bingung, datanglah seekor lalat besar berwarna hijau (Ternate : gufu sang) hinggap dipundaknya dan menawarkan jasa sembil meminta imbalan. Kepada gufu sang Jafar Sadek menjanjikan semua yang berbau busuk dimuka bumi ini untuknya, dan gufu sang menyutujuinya dengan pesan : “Perhatikan baik – baik, saya akan terbang mengelilingi semua bidadari itu, tetapi pada siapa aku hinggap, itulah istrimu”. Gufu sang mengenal Nur – Sifa dari bau badannya sebagai seorang yang tengah menyusui. Atas bantuan gufu sang, Jafar Sadek menunjuk dengan tepat istrinya, dan akhirnya penguasa kayangan menerima Jafar Sade sebagai anggota keluarganya serta merestui perkawinannya.

Selama tinggal di kayangan, Jafar Sadek dan Nur – Sifa dikaruniai seorang putra yang diberi nama Mashur Malamo. Setelah putra itu berusia 1 tahun, mereka pamit hendak kembali ke bumi. Tetapi, setiap kali akan kembali, si kecil selalu menangis. Maka penguasa langit itu berkata : ”pasti ia mau penutup kepalaku” (Ternate : kopiah). Ketika kopiah itu dikenakan dikepala si kecil ia pun diam. Maka kembalilah keluarga itu ke bumi, dan Mashur Malamo dengan kopiah yang dibawahnya dari langit, pemberian kakeknya si penguasa langit.

Ketika Jafar Sadek dan Nur – Sifa tiba di bumi, mereka bersua kembali dengan ke – 3 anaknya yang telah lama ditinggalkan. Nur – Sifa member tanda – tanda tertentu sebagai tempat duduk ke – 4 anaknya. Anak pertama, Buka, diberi sepotong buncak pohon (Ternate : age). Buka kemudian bertolak ke Makian dan menjadi cikal – bakal Kerajaan Bacan. Anak ke-2, Darajat, mendapat tempat duduk sepotong kayu terapung (Ternate : ginoti). Ia bertolak ke Moti dan menjadi cikal – bakal kerajaan Jailolo. Anak ketiga, Sahajat, memperoleh batu (Ternate : mari) sebagai tempat duduk. Ia pergi ke Tidore dan menjadi cikal – bakal Kerajaan Tidore. Anak ke – 4, Mashur Malamo, memperoleh tempat duduk sebuah kursi dan menjadi cikal – bakal Kerajaan Ternate. Kopiah pemberian kakeknya yang dibawa dari langit menjadi mahkota Kerajaan Ternate hingga saat ini.

Sumber : Nursida dalam Adnan Amal (Kepulauan Rempah-rempah).

 

Makna Folisofi Yang Terkandung Dalam Cerita

Dalam cerita 7 – Putri ini terdapat pesen moral yang tinggi, diantaranya :

 

  1. Mengajarkan kita tentang bagaimana mengemban sebuah amanah yang diberikan.
  2. Mengajarkan kita akan hidup saling memperhatikan antara sesama saudara / manusia.
  3. Mengajarkan kita akan tugas dan tanggungjawab di dunia

Makna filosofi yang terkandung dalam cerita inilah yang menjadi landasan utama penulisan ini disusun. Selain dari pada itu dalam cerita tersebut terdapat risalah yang diyakini oleh masyarakat Ternate sebagai tuntunan hidup mereka.


Leave a Reply